Tuesday, November 9, 2010

Kembalikan Tangan Ita...

Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar - meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah semasa keluar bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Bersendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja, bermain diluar, tetapi pintu pagar tetap dikunci. Bermainlah dia dengan ayun-ayun yang dibelikan oleh ayahya, ataupun memetik bunga-bunga  di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi kerana lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Apa lagi anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja kerana macet ada perayaan Thaipusam. Setelah penuh coretan yg sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.

Pulang petang itu, terkejut pasangan itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran. Sang ayah yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan 'Tak tahu... !" "kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.

Ita yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Ita yg membuat itu ayahhh.. cantik kan!" katanya sambil memeluk ayahnya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali2 kw telapak tangan anaknya. Ita yang tak mengerti apa-apa berteriak kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.

Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa?. Ayah cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya. Setelah sang ayah masuk ke rumah diikutii oleh ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka2nya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu.

Ayah sengaja membiarkan Ita tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan Ita bengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Ayah konon mau mengajar anaknya.

Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam..." jawap pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol ," jawab ibu. Sebelum ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lg pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu.

Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Doktor mengarahkan ia dirujuk ke hospital kerana keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena gangren yang terjadi sedah terlalu parah. "Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah" kata doktor. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Sang ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, sang ayah menandatangani surat persetujuan pembedahan.

Keluar dari ruang pembedahan, selepas obat bius yang suntikkan habis, Ita menangis kesakitan. Dia juga heran2 melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.

Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.

"Papa.. Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita gak mau dipukul papa. Ita gak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.

"Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.

"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi," katanya berulang-ulang.

Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

No comments:

Post a Comment